Rabu, 15 Februari 2017

DUNIA POLITIK ... ASIK GAK ASIK...

Hari ini merupakan hari libur nasional temporer karena adanya pilkada serentak di 101 daerah di Indonesia. Dari sekian banyak pilkada yang diselenggarakan di beberapa daerah, pilkada DKI mempunyai magnet tersendiri karena dilaksanakan di Ibukota Indonesia, kota yang menjadi barometer semua bidang di Indonesia termasuk dalam hal politik, perpolitikan di DKI akan menjadi magnet terbesar dibanding pilkada di daerah yang lainnya sehingga membuat banyak mata yang ingin menyaksikan dan mengetahui hasil akhir dari pilkada DKI tersebut yang beberapa waktu lalu sudah diramaikan dengan berbagai maneuver-manuver politik dari masing-masing lakon di kancah pilkada DKI. Saya sedikit sekali nonton TV karena memang tidak punya televisi di rumah ataupun di kantor, sebagai alternatif berita-berita online menjadi tujuan kunjungan agar tidak “terlalu” ketinggalan zaman meski sebenarnya dalam hati selalu terbesit rasa kurang percaya terhadap kebenaran berita-berita tersebut karena isi media saat ini sudah begitu banyak merupakan berbagai rentetan fakta yang direkayasa, termasuk tulisan saya ini mungkin sebagian ada juga yang menganggap bahwa ini hasil “copas dari grup sebelah” he … Melihat hasil Quick Count Pilkada DKI yang memang saya juga menunggunya, banyak perkara yang memang sudah saya duga sebelumnya. Dugaan itu muncul pada saat saya singgah di sebuah rumah dan “kebetulan” waktu itu sedang ada acara Final Debat Paslon di Pilkada DKI. Pada saat itu saya menyaksikan acara dari awal sampai akhir, dari situ saya melihat paparan dari Paslon No urut 1 kurang meyakinkan apalagi untuk ukuran masyarakat DKI yang cenderung merupakan masyarakat madani yang sudah “pinter” dalam hal memilih dan memilah yang dilandasi berbagai macam ideologi. Jujur saya melihat paslon no urut 2 begitu kuat dalam pengaruh pembicaraan karena memang berbicara tentang apa yang sudah dikerjakannya dan program selanjutnya yang akan dilaksanakan, mengingat mereka adalah incumbent sehingga apa yang keluar dari mulutnya (red- yang telah banyak membuat kegaduhan itu) begitu meyakinkan, saya sempat berfikir apa yang dilakukan para tokoh-tokoh di Aksi Bela Islam 411, 212 dan 112 akan sia-sia dan tidak berpengaruh. Tapi ketika melihat Paslon no urut 3 saya menjadi kembali mempunyai harapan akan kemenangan oleh pemimpin muslim, kedua pasangan ini terlihat lebih mantap dibanding paslon no urut 1 sehingga bisa mengimbangi paslon no urut 2. Dugaan saya agak sedikit tepat dengan melihat apa yang ada di hasil Quick Count. Melihat dinamika seperti itu saya punya sedikit analisis asal yang penting nulis, tereliminasinya Paslon no urut 1 dari panggung pilkada DKI dikarenakan banyak faktor diantaranya komposisi partai pendukung, Paslon ini didukung oleh partai-partai yang sempat pecah menjadi dualisme dan sedang kisruh bahkan terpuruk karena tokoh-tokohnya banyak “diserang”, meski di awal sempat menjadi buah bibir karena menjadi surprise bagi semua pihak tapi surprise itu juga tidak cukup untuk menjadi pemenang. Kemudian dari segi Usia Cagub no 1 ini merupakan yang termuda, dan usianya ini sedikkit banyak mempengaruhi akan kematangannya. Saat ini militer sedang “dilumpuhkan” oleh penguasa kita yang berbasis sipil, sehingga naik daunnya sipil ini mempengaruhi juga terhadap cagub no 1 karena berbasis militer. Hoax dan fitnah terhadap sang ayah jadi faktor penting yang sangat mempengaruhi elektabilitasnya karena beliau sangat mirip sekali dan sangat patuh terhadap sang ayah buktinya “disuruh” jadi cagub juga mau, ditambah cagub no 1 ini belum terlalu dikenal sepak terjangnya karena memang baru muncul. Dan yang paling terpenting adalah paparan-paparan beliau pada saat debat itulah yang menurut saya sangat besar pengaruhnya terhadap pilihan masyarakat di Pilkada DKI. Karena waktu saya nonton saya mendengar kata “meyakinkan masyarakat” sampai beberapa kali, dan beberapa kalii juga saya kurang yakin. Adapun keunggulan paslon no 2 memang sudah diduga, melihat kondisi saat ini yang sangat banyak sekali menguntungkan mereka, termasuk dukungan pemerintah pusat. Ditambah mereka adalah incumbent yang kinerjanya sudah banyak dirasakan oleh masyarakat termasuk rasa sakit hati masyarakat karena dibentak-bentak atau digusur rumahnya dan dihina itulah inilah, malas sekali saya menuliskan tentang orang ini karena memang inginnya mendoakan saja agar orang ini dapat hidayah dan masuk islam biar dapat surga, biar dikasih makan, dikasih rumah sebagaimana lawakannya di Youtube. Angka 3 merupakan angka yang sedikit tapi sempurna, apa-apa hal yang baik selalu diidentikan dengan angka tiga, baca do’a tiga kali, baca nama tiga kali, ucap salam tiga kali, dan istripun harus tiga karena kalau dua jadi Istwo. Sebagai muslim yang memang menginginkan pemimpin muslim saya hanya bisa berharap meski gak ikut nyoblos agar pemimpin DKI itu seorang muslim, kematangan Paslon no 3 sebagai mantan seorang Rektor termuda dan pasangannya yang pengusaha muda bisa memperbesar harapan saya dan juga teman-teman saya di DKI sana yang meginginkannya. Meski pada saat debat banyak program-program yang katanya terlalu “berkhayal” tapi bisa meyakinkan para pemilih dan penyimak. Semoga saja dan semoga saja…. Karena walau bagaimanapun DKI merupakan barometer Indonesia, sampel bagi adanya Indonesia , apa yang terjadi di DKI imbasnya akan terasa ke berbagai penjuru negeri ini. Namun demikian, semua yang terjadi ini adalah kehendak Allah karena segigih apapun kita berusaha tetap tidak akan berhasil kalau tidak bersamaan dengan takdir Allah, yang keduanya (antara Ikhtiar dan Takdir Allah) selalu berjalan bersamaan dan sebagai makhluk tugas kita hanya berusaha..